Jumat, 10 September 2010

Banjir itu, Adzabkah?

Banjir menjadi bencana serius yang membayangi kita akhir-akhir ini.  Orang pun menafsirkannya berbeda-beda. Ada yang menganggap ini peringatan dari Allah SWT.  Ada pula yang beranggapan bahwa itu semua merupakan adzab dari-Nya  sehubungan dengan proses reformasi yang tak beres-beres.  Juga, ada yang menghubungkannya dengan perilaku elit politik yang bikin gonjang-ganjing negeri ini.  Selain itu terdapat orang yang menyindir kelakuan birokrat dan politisi curang.  Akhirnya alam pun marah pada mereka.

Bagaimana sesungguhnya bencana ini terjadi?  Adakah ia termasuk adzab Allah SWT?  Ataukah ia sekedar musibah yang menjadi ujian buat manusia?  Atau sekedar gejala alam biasa?
            Nabi Muhammad SAW sebagai nabi akhir zaman diutus sebagai rahmat bagi seluruh alam (rahmatan lil ‘alamin), tidak peduli beriman ataupun tidak.   Kalau umat-umat yang terdahulu langsung diadzab manakala tidak mau beriman kepada Rasul yang diutus kepada mereka, misalnya umat Nabi Nuh ditimpa banjir, Fir’aun dan tentaranya ditenggelamkan di laut Merah lantaran mendustakan Nabi Musa, umat Nabi Hud ditimpa angin ribut, umat Nabi Luth ditimpa hujan batu dari neraka Sijjil, tidak demikian dengan umat nabi Muhammad.  Adzab tersebut tidak langsung diturunkan sekarang, tetapi ditunda hingga hari kiamat.  Jelaslah bahwa Allah tidak menjadikan dunia sebagai tempat perhitungan, tapi tempat berbuat.  Sedangkan perhitungan itu dilakukan kelah di akherat.
            Bencana alam seperti banjir, hujan super lebat dan terus-menerus, gempa, kekeringan, kebakaran hutan dan perkampungan, panas terik yang sangat , semuanya merupakan sunatullah di alam dan karakteristik yang diciptakan Allah SWT tanpa campur tangan manusia.     Bencana tersebut tidak pilih-pilih.  Orang yang bertaqwa maupun orang yang banyak berbuat maksiat semuanya kena. Bencana itu terjadi mengikuti hukum sebab-akibat.  Bencana alam yang terjadi di dunia bukanlah adzab akherat yang dimajukan ke dunia. 
            
        Bencana alam sebagai sebuah musibah bukanlah balasan ilahi atas hamba yang berdosa, justru musibah itu merupakan ujian dari Allah SWT.  Seorang yang bisa bersabar atas musibah yang menimpanya dan dalam hal ini dia bersungguh-sungguh mencari ridla Allah SWT maka musibah itu menjadi nikmat baginya, bukan menjadi siksa, dan musibah itu menghapuskan keburukan-keburukannya dan menambah kebaikan-kebaikannya pada hari kiamat.